Resensi Buku: Landscapes of the Jihad
LANDSCAPES OF THE JIHAD - Militancy, Morality, Modernity: Faisal Devji; Foundation Books, Cambridge House, 4381/4, Ansari Road, Daryaganj, New Delhi-110002. Rs. 395 (USD 9).
Sebuah pernyataan yang harus dibuat tentang buku ini sebelum memutuskan untuk membacanya sendiri adalah bahwa buku ini sangat sulit untuk dibaca. Buku ini menawarkan sebuah perspektif yang berbeda dari kerangka kerja analisa yang umumnya digunakan untuk memahami subjek yang menjadi pokok bahasan buku ini. Pembaca buku biasa akan menjumpai dirinya didalam situasi dimana dia tidak akan memahami beberapa frase kata yang digunakan oleh pengarang didalam buku ini. Namun begitu, seorang pembaca yang telah menyelesaikan buku yang hanya setebal 164 halaman ini akan mendapatkan pemahaman yang tak terbayangkan terhadap sebuah fenomena yang saat ini tengah menghantui dunia.
Kerangka kerja konseptual
Didalam prakata bukunya, Faisal Devji menjelaskan bahwa dirinya tidak berkeinginan untuk memberikan gambaran sosiologis atas konsep jihadnya Al-Qaida ‘ tetapi dia ingin memberikan gambaran yang sebaliknya’. Dan ketika dia mulai menjelaskan lebih lanjut akan tujuannya menulis buku ini, maka pembaca akan mempunyai bayangan bahwa dia sedang menuju kedalam sebuah perjuangan mental. Devji mengatakan bahwa tujuan penulisan buku ini adalah ‘untuk memberanikan diri kita untuk merefleksikan kepada landscape jihad tentang efek global melalui sebuah proses abstraksi yang bisa ditunjukkan melalui penggunaan kata ‘jihad’ sebagai sebuah kata untuk menggambarkan bentuk awal dari militansi Al-Qaida didalam sebuah bentuk konseptual.’ Dia juga menjelaskan bahwa pertanyaan yang ingin dijawab melalui buku ini juga merupkan sebuah pertanyaan konseptual yang umum – “bagaimana Islam bisa menjadi sebuah fenomena global bagi proyek jihadnya Al-Qaida?
Untuk bisa memahami pernyataan diatas, pembaca harus bisa mengetahui apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh penulis tentang sebuah frase ‘lanscape of global effects.’ Devji mempunyai keyakinan bahwa serangan-serangan terror yang dilakukan oleh Al-Qaida di Afrika Timur pada tahun 1998 dan di AS pada tahun 2001 telah merubah jihad menjadi sebuah fenomena global. Dengan serangan-serangan ini jihad tidak lagi terbatas secara kewilayahan sebagaimana jihad dulunya dilakukan di Afghanistan ketika melawan Uni Soviet. Globalisasi jihad seperti ini telah menimbulkan budaya-budaya baru tentang teror dan keamanan. Istilah ‘landscape’ yang digunakan didalam buku ini berusaha untuk menggambarkan tatanan-tatanan kepercayaan dan praktek yang timbul karena tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Al-Qaida.
Penulis berusaha untuk terus-menerus membuat pernyataan bahwa Al-Qaida tidak berkembang secara meyeluruh – dalam arti bahwa Al-Qaida melakukan rekrutmen aktif anggota-anggota baru diberbagai penjuru dunia – melalui propaganda ideologiny. Akan tetapi dia mengatakan bahwa Al-Qaida telah memberikan inspirasi kepada kaum muda di Inggris, Spanyol dan tempat-tempat lain dipenjuru dunia untuk melakukan bom bunuh diri terhadap target-target sipil melalui pelaksanaan ‘operasi-operasi syahid’ terhadap keduatan besar-keduataan besar milik AS di Afrika Timur, WTC dan Pentagon.
Fenomena
Devji berusaha untuk pergi meninggalkan kerangka-kerangka kerja analisa yang biasa digunakan untuk memahai fenomena tengan jihad. Dia berusaha untuk membuktikan bahwa kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang dilakukan oleh Al-Qaida tidak semata-mata diambil dari pemahaman Islam melalui kacamata kelompok Salafi maupun Wahabi. Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri dan ahli-ahli teori tentang jihad saat ini adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menggabungkan berbagai macam sumber untuk dijadikan dasar atas konsep jihad yang kemudian dijadikan landasan pembenaran atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Penulis juga menunjukkan didalam bukunya bahwa para pelaku ‘operasi-operasi syahid’ yang disponsori oleh Al-Qaida bukanlah orang-orang Muslim yang sangat taat menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang diinginkan oleh para pendukung gerakan Salafi dan Wahabi.
Didalam pemahaman Devji, konsep jihad yang dianut oleh Al-Qaida juga tidak bisa dikelompokkan kedalam usaha-usaha pembebasan politik maupun ekonomi. Sementara Osama sering kali menggambarkan tentang penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Barat, terutama AS, terhadap dunia Islam, Devji berargumen bahwa Al-Qaida sendiri tidak yakin bahwa tindakan-tindakan balasan yang disponsorinya tidak akan bisa menjadi sebuah pengganti atas penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Barat. Penulis berargumen, dengan sangat meyakinkan sekali, bahwa tulisan-tulisan ilmiah tentang subjek ini telah lupa untuk menggambark tentang ‘kenyataan yang tidak terlihat yang berhubungan dengan etika, seks, aestetik dan bentuk-bentuk tingkah laku lain’ yang mempunyai hubungan dengan jihad. Kenyataan-kenyatan yang tidak terlihat oleh umum ini lah yang berusaha untuk digambarkan oleh Devji didalam bukunya ini.
Mengglobalkan perjuangan
Menyimpulkan argumen yang diajukan oleh Devji, jihad harus dipahami melalui konteks dunia global dimana hegemoni AS menjadi faktor paling utama. Didalam situasi seperti ini, Al-Qaida telah memahaminya bahwa orang Muslim tidak mempunyai kekuatan untuk meminta ganti rugi atas tindakan-tindakan penindasan Barat (seperti okupasi terhadap wilayah Palestina) melalui perjuangan-perjuangan yang besifat lokal. Mereka hanya bisa melawan tekanan yang dilakukan oleh kekuatan global dengan melancarkan strategi serupa: menjadikan perjuangan meraka sebagai sebuah perjuangan global. Tetapi demi untuk menjadikan global perjuangan local yang sedang dilaksanakannya, para pelaku jihad harus menghilangkan pemahaman didalam pemikiran mereka sendiri bahwa usaha-usaha yang sedang dilakukannya akan segera mendapatkan hasil yang nyata. Sebaliknya, mereka harus melaksanakan misi-misi mereka sebagai sebuah tindakan sikap patuh terhadap Tuhan mereka.
Sebagai penutup, meskipun Devji mampu memberikan sebuah argumen yang persuasive, akan tetapi dia juga beresiko menggambarkan Osama dan Zawahiri sebagai tokoh yang lebih besar dari kenyataan mereka sebenarnya. Selain itu, adalah sebuah kenyataan sulit bagi kita untuk menerima pernyataan bahwa Osama dan Zawahiri adalah orang-orang yang berusaha untuk memberikan sebuah orientasi baru, mungkin positif, terhadap dunia Muslim.
Pada akhirnya, buku ini meskipun bagus, tetapi tidak cukup mampu untuk menghapuskan gambaran yang tertinggal didalam pikiran orang-orang yang telah mengikuti perjalanan karir Osama. Apakah dia sebenarnya sesuatu yang lebih daripada seorang laki-laki yang kurangan perlengkapan didalam menghadapi dunia modern yang kemudian menggunakan jihad untuk memberikan makna yang lebih bagi hidupnya? Wallahua’lam!
Sebuah pernyataan yang harus dibuat tentang buku ini sebelum memutuskan untuk membacanya sendiri adalah bahwa buku ini sangat sulit untuk dibaca. Buku ini menawarkan sebuah perspektif yang berbeda dari kerangka kerja analisa yang umumnya digunakan untuk memahami subjek yang menjadi pokok bahasan buku ini. Pembaca buku biasa akan menjumpai dirinya didalam situasi dimana dia tidak akan memahami beberapa frase kata yang digunakan oleh pengarang didalam buku ini. Namun begitu, seorang pembaca yang telah menyelesaikan buku yang hanya setebal 164 halaman ini akan mendapatkan pemahaman yang tak terbayangkan terhadap sebuah fenomena yang saat ini tengah menghantui dunia.
Kerangka kerja konseptual
Didalam prakata bukunya, Faisal Devji menjelaskan bahwa dirinya tidak berkeinginan untuk memberikan gambaran sosiologis atas konsep jihadnya Al-Qaida ‘ tetapi dia ingin memberikan gambaran yang sebaliknya’. Dan ketika dia mulai menjelaskan lebih lanjut akan tujuannya menulis buku ini, maka pembaca akan mempunyai bayangan bahwa dia sedang menuju kedalam sebuah perjuangan mental. Devji mengatakan bahwa tujuan penulisan buku ini adalah ‘untuk memberanikan diri kita untuk merefleksikan kepada landscape jihad tentang efek global melalui sebuah proses abstraksi yang bisa ditunjukkan melalui penggunaan kata ‘jihad’ sebagai sebuah kata untuk menggambarkan bentuk awal dari militansi Al-Qaida didalam sebuah bentuk konseptual.’ Dia juga menjelaskan bahwa pertanyaan yang ingin dijawab melalui buku ini juga merupkan sebuah pertanyaan konseptual yang umum – “bagaimana Islam bisa menjadi sebuah fenomena global bagi proyek jihadnya Al-Qaida?
Untuk bisa memahami pernyataan diatas, pembaca harus bisa mengetahui apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh penulis tentang sebuah frase ‘lanscape of global effects.’ Devji mempunyai keyakinan bahwa serangan-serangan terror yang dilakukan oleh Al-Qaida di Afrika Timur pada tahun 1998 dan di AS pada tahun 2001 telah merubah jihad menjadi sebuah fenomena global. Dengan serangan-serangan ini jihad tidak lagi terbatas secara kewilayahan sebagaimana jihad dulunya dilakukan di Afghanistan ketika melawan Uni Soviet. Globalisasi jihad seperti ini telah menimbulkan budaya-budaya baru tentang teror dan keamanan. Istilah ‘landscape’ yang digunakan didalam buku ini berusaha untuk menggambarkan tatanan-tatanan kepercayaan dan praktek yang timbul karena tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Al-Qaida.
Penulis berusaha untuk terus-menerus membuat pernyataan bahwa Al-Qaida tidak berkembang secara meyeluruh – dalam arti bahwa Al-Qaida melakukan rekrutmen aktif anggota-anggota baru diberbagai penjuru dunia – melalui propaganda ideologiny. Akan tetapi dia mengatakan bahwa Al-Qaida telah memberikan inspirasi kepada kaum muda di Inggris, Spanyol dan tempat-tempat lain dipenjuru dunia untuk melakukan bom bunuh diri terhadap target-target sipil melalui pelaksanaan ‘operasi-operasi syahid’ terhadap keduatan besar-keduataan besar milik AS di Afrika Timur, WTC dan Pentagon.
Fenomena
Devji berusaha untuk pergi meninggalkan kerangka-kerangka kerja analisa yang biasa digunakan untuk memahai fenomena tengan jihad. Dia berusaha untuk membuktikan bahwa kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang dilakukan oleh Al-Qaida tidak semata-mata diambil dari pemahaman Islam melalui kacamata kelompok Salafi maupun Wahabi. Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri dan ahli-ahli teori tentang jihad saat ini adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menggabungkan berbagai macam sumber untuk dijadikan dasar atas konsep jihad yang kemudian dijadikan landasan pembenaran atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Penulis juga menunjukkan didalam bukunya bahwa para pelaku ‘operasi-operasi syahid’ yang disponsori oleh Al-Qaida bukanlah orang-orang Muslim yang sangat taat menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang diinginkan oleh para pendukung gerakan Salafi dan Wahabi.
Didalam pemahaman Devji, konsep jihad yang dianut oleh Al-Qaida juga tidak bisa dikelompokkan kedalam usaha-usaha pembebasan politik maupun ekonomi. Sementara Osama sering kali menggambarkan tentang penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Barat, terutama AS, terhadap dunia Islam, Devji berargumen bahwa Al-Qaida sendiri tidak yakin bahwa tindakan-tindakan balasan yang disponsorinya tidak akan bisa menjadi sebuah pengganti atas penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Barat. Penulis berargumen, dengan sangat meyakinkan sekali, bahwa tulisan-tulisan ilmiah tentang subjek ini telah lupa untuk menggambark tentang ‘kenyataan yang tidak terlihat yang berhubungan dengan etika, seks, aestetik dan bentuk-bentuk tingkah laku lain’ yang mempunyai hubungan dengan jihad. Kenyataan-kenyatan yang tidak terlihat oleh umum ini lah yang berusaha untuk digambarkan oleh Devji didalam bukunya ini.
Mengglobalkan perjuangan
Menyimpulkan argumen yang diajukan oleh Devji, jihad harus dipahami melalui konteks dunia global dimana hegemoni AS menjadi faktor paling utama. Didalam situasi seperti ini, Al-Qaida telah memahaminya bahwa orang Muslim tidak mempunyai kekuatan untuk meminta ganti rugi atas tindakan-tindakan penindasan Barat (seperti okupasi terhadap wilayah Palestina) melalui perjuangan-perjuangan yang besifat lokal. Mereka hanya bisa melawan tekanan yang dilakukan oleh kekuatan global dengan melancarkan strategi serupa: menjadikan perjuangan meraka sebagai sebuah perjuangan global. Tetapi demi untuk menjadikan global perjuangan local yang sedang dilaksanakannya, para pelaku jihad harus menghilangkan pemahaman didalam pemikiran mereka sendiri bahwa usaha-usaha yang sedang dilakukannya akan segera mendapatkan hasil yang nyata. Sebaliknya, mereka harus melaksanakan misi-misi mereka sebagai sebuah tindakan sikap patuh terhadap Tuhan mereka.
Sebagai penutup, meskipun Devji mampu memberikan sebuah argumen yang persuasive, akan tetapi dia juga beresiko menggambarkan Osama dan Zawahiri sebagai tokoh yang lebih besar dari kenyataan mereka sebenarnya. Selain itu, adalah sebuah kenyataan sulit bagi kita untuk menerima pernyataan bahwa Osama dan Zawahiri adalah orang-orang yang berusaha untuk memberikan sebuah orientasi baru, mungkin positif, terhadap dunia Muslim.
Pada akhirnya, buku ini meskipun bagus, tetapi tidak cukup mampu untuk menghapuskan gambaran yang tertinggal didalam pikiran orang-orang yang telah mengikuti perjalanan karir Osama. Apakah dia sebenarnya sesuatu yang lebih daripada seorang laki-laki yang kurangan perlengkapan didalam menghadapi dunia modern yang kemudian menggunakan jihad untuk memberikan makna yang lebih bagi hidupnya? Wallahua’lam!
0 Comments:
Post a Comment
<< Home for More Stories